Tuesday, October 12, 2010

Ust Zaitun Buka Muscab I DPC Jakarta

Jakarta, DPC WI Jakarta melaksanakan Musyawarah Cabang Pertama (Muscab I DPC WI Jakarta) pada Sabtu, 1-2 Dzulqa’dah 1431 H bertepatan dengan 9-10 Oktober 2010 M. Muscab ini dibuka oleh Ketua Umum DPP WI, Al Ustadz KH.Muhammad Zaitun Rasmin, Lc.,MA, Hafizhahullah. 

Dalam kesempatan tersebut, Pengurus MUI Pusat Komisi Luar Negeri ini membuka Muscab dengan taujihat dan menjelaskan beberapa posisi istimewa Jakarta sebagai ibukota Negara yang sangat strategis dan potensial untuk pengembangan dakwah Ahlussunnah waljama’ah.

Dalam konteks wilayah kerja Wahdah Islamiyah secara nasional, cabang Jakarta dianggap sebagai cabang yang masih ghairu mustaqir (belum eksis).Padahal  orang-orang yang terlibat dalam kepengurusan DPC WI Jakarta menurutnya memiliki potensi besar dalam berdakwah, oleh karenanya beliau merekomendasikan untuk semaksimal mungkin para pengurus mencari cara dan strategi untuk bisa eksis di Ibukota.

Sunday, October 10, 2010

Ustadz Zaitun Menjanjikan: Ummahat yang Hafal Al Quran 1 Tahun, Dapat Hadiah Umrah Bersama Suami

Wahdah Canangkan Gerakan “Satu Rumah Satu Penghafal Al Quran”

* Ummahat yang Hafal Al Quran 1 Tahun, Dapat Hadiah Umrah Bersama Suami

Makassar DPP, Melalui acara Tablik Akbar dan Silaturahmi Keluarga Besar Wahdah Islamiyah pasca Idul Fitri 1431 H, Ahad, 19 September, di Kompleks Kantor DPP WI Jl.Antang Raya N0.48 Makassar, Dewan pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah mencanangkan secara resmi program Nasional “Satu Rumah Satu Penghafal Al Quran.


Gerakan ini dicanangkan sebagai wujud kongkrit untuk lebih mendekatkan diri dengan Al Quran, dan juga sebagai respon beberapa waktu lalu adanya rencana seorang pendeta bernama Terry Jones, pemimpin sekelompok jemaat gereja Evangelist di Florida AS telah mengumumkan niatnya membakar Al Qur’an. Dan pada akhirnya ada dua pendeta pendeta Bob Old dan Danny Allen melaksanakannya, Mereka membakar Alquran di halaman belakang sebuah rumah di Springfileld, Amerika Serikat, Sabtu (11/9) silam.

Gerakan ini merupakan salah satu poin dari pernyataan Sikap DPP Wahdah Islamiyah menyikapi aksi tersebut. Sebagai wujud nyata pembelaan kita terhadap Al Quran, kami menyerukan untuk bersegera menghafal dan menjaganya di dalam dada-dada kita serta memberi dukungan sepenuhnya bagi anak dan generasi muda kita untuk menjadi generasi Qurani yang menjaga Al Quran dalam dada, lisan dan perbuatannya.

Dalam pernyataan sikap tersebut, juga mengingatkan pula kepada kaum muslimin agar semangat pembelaan terhadap kitabullah dan ghirah terhadapnya diwujudkan pula dengan semangat yang sama untuk kembali kepada Al Quran dan semakin meningkatkan iman terhadapnya dengan membaca, mentadabbur (mengkaji), dan tentunya mengamalkan dan mendakwahkannya.

Sunday, September 19, 2010

Tabligh Akbar Ust Zaitun Saat Silaturahmi WI 1431H



Selamat menyimak...mohon maaf jika ceramah diatas tidak lengkap..soalnya terlambat merekam...

Friday, September 17, 2010

Ust Zaitun Mengisi Tabligh Akbar Silaturahmi Wahdah Islamiyah 1431H

Departemen Dakwah DPP Wahdah Islamiyah, Insya Allah 9 Syawal 1431 H bertepatan 19 September 2010 akan menggelar hajatan rutin pasca Idul Fitri, yakni Tabligh Akbar Silaturahmi yang akan dibawakan langsung oleh Ketua Umum DPP WI Ustadz Muhammad Zaitun Razmin, Lc, MA.

Silaturahmi  ini  akan digelar di Masjid  Kantor Pusat Wahdah Islamiyah Jl.Antang Raya No.48 Makassar, Pukul  08.30  Wita (Live Radio Streaming http://suarawahdah.com ) (catatan: Untuk Wilayah Jawa dan Sumatra pukul 07.30 WIB)

Diundang kepada seluruh Kader, Anggota, Simpatisan WI serta kaum muslimin secara umum untuk dapat menghadiri Tabligh Akbar ini.

Bagi yang tidak berada di lokasi, bisa mendengarkan via internet dengan membuka website: http://suarawahdah.com

Wednesday, September 15, 2010

“Dia Toleran tapi Tegas”

Drs. H. Azwar Hasan., M.Si

Pengurus Forum Ukhuwah Islamiyah Sulawesi Selatan


Bagi saya, dalam diri Zaitun Rasmin ada dua sosok berbeda. Pertama, ia tokoh intelektual, ia aktifis Islam. Uniknya, Zaitun juga bisa menggabungkan kedua sosok itu dalam diri kader-kadernya.

Zaitun berhasil mengisi ruang sejarah dakwah Sulawesi Selatan (Sulsel) yang sempat terputus selama ini. Dahulu, masyarakat Sulsel mengenal beberapa Kiai kharismatik KH. As’ad dengan pesantren As’sadiyahnya di Sengkang, KH. Sanusi Baco, dan tokoh lainnya.

Berdakwah Hingga Negeri Sakura

Zaitun pernah mendapat kesempatan mengajar di Islamic Arabic Institute of Tokyo, Jepang, selama 4 tahun. Di negara Sakura itu, ustadz kelahiran Gorontalo, 43 tahun silam ini mengajar bahasa Arab.

Sebagian besar muridnya beragama non-Muslim. Ada yang Kristen, Budha, juga penyembah matahari (Shin Tao). Motivasi mereka belajar berbeda-beda. Ada yang ingin bekerja di keduataan asing, di perusahaan Arab, ada juga beberapa doktor yang ingin meneliti di Timur Tengah. Pasca tragedi September 1999 memang banyak orang Jepang yang ingin tahu Islam.

Di luar jam pelajaran, murid-murid Zaitun ini banyak bertanya tentang Islam. “Mereka sangat antusias. Apalagi ketika saya menawarkan diri untuk membacakan Al-Qur’an,” jelas pendiri Forum Ukhuwah Pemuda Islam (FUPI) Sulawesi Selatan ini.

Ustadz Zaitun: Syariat Bisa Tegak dalam bingkai NKRI



Sekitar pertengahan Februari lalu, dalam sebuah acara di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta, pimpinan salah satu partai yang kini resmi menjadi calon wakil presiden (cawapres) RI, berceramah dihadapan ulama dan para pengurus pesantren se-Indonesia. Saat itu, ia bukan mencalonkan diri sebagai cawapres, namun calon presiden (capres).

Ditengah ceramah itu, seorang pria dengan janggut sedikit panjang, mengacungkan jari. Ia hendak mengajukan sebuah pertanyaan.

Sang capres tidak marah. Ia malah memberikan kesempatan kepada laki-laki itu untuk berbicara.
Maka, dengan suara berat dan logat khas Sulawesi, lelaki itu bertanya, “Indonesia ini butuh pemimpin yang berani, tegas, dan memperhatikan rakyatnya. Jika bapak nanti menjadi presiden, apakah bisa memberikan dukungan aspirasi umat Islam untuk mewujudkan syariat Islam?”

Pencetak Dai Dari Timur, Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin

Sekitar tahun 1984, beberapa Mahasiswa Islam di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan, sepakat menggelar pengajian di kampus. Muncul suatu masalah kecil, siapa dai yang akan diundang?

Masalah tersebut menjadi besar manakala tak kunjung ditemukan dai yang akrab dengan komunitas kampus. Organisasi massa Islam yang ada di sana kurang dekat dengan mahasiswa. Sementara komunitas kampus umum seperti Unhas tak memiliki dai yang menguasai ilmu-ilmu islam secara memadai.

Masalah ini diam-diam mengendap di benak salah seorang mahasiswa Unhas kala itu. Ia bernama Zaitun Rasmin, mahasiswa Fakultas Pertanian semester 4. Menurutnya kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Harus ada mahasiswa yang mau mengorbankan waktunya untuk memperdalam ilmu agama.