Wednesday, September 15, 2010

Ustadz Zaitun: Syariat Bisa Tegak dalam bingkai NKRI



Sekitar pertengahan Februari lalu, dalam sebuah acara di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta, pimpinan salah satu partai yang kini resmi menjadi calon wakil presiden (cawapres) RI, berceramah dihadapan ulama dan para pengurus pesantren se-Indonesia. Saat itu, ia bukan mencalonkan diri sebagai cawapres, namun calon presiden (capres).

Ditengah ceramah itu, seorang pria dengan janggut sedikit panjang, mengacungkan jari. Ia hendak mengajukan sebuah pertanyaan.

Sang capres tidak marah. Ia malah memberikan kesempatan kepada laki-laki itu untuk berbicara.
Maka, dengan suara berat dan logat khas Sulawesi, lelaki itu bertanya, “Indonesia ini butuh pemimpin yang berani, tegas, dan memperhatikan rakyatnya. Jika bapak nanti menjadi presiden, apakah bisa memberikan dukungan aspirasi umat Islam untuk mewujudkan syariat Islam?”


Seketika sang capres terdiam. Berfikir sejenak, lalu keluarlah penjelasan panjang lebar dari mulutnya. Inti penjelasannya meminta agar umat Islam berlapang dada di tengah masyarakat yang heterogen. Jangan memaksakan kehendak.

Mendengar penjelasan itu, sang penanya kecewa. “Kalau dia seorang politisi, seharusnya dia bisa menjawab secara diplomatis. Misalnya, dia bisa bilang, “Kalau seluruh rakyat mendukung, kenapa tidak?.Apalagi peserta seluruh yang hadir adalah pimpinan pondok pesantren,”kata laki-laki itu.

Sang penanya tak lain adalah Muhammad Zaitun Rasmin. Ia sendiri sesungguhnya sadar tak mungkin menerapkan syariat Islam di Indonesia secara mendadak. “Tapi paling tidak cobalah untuk welcome (menerima dengan baik). Jangan diskriminatif, “jelas Pengurus Pusat Badan Kerjasama Pondok Pesantren se-Indonesia (BKSPPI) ini kepada Suara Hidayatullah.

Apa harapan Anda terhadap pasangan capres cawapres terhadap penegakan Syariat Islam?
Saya, dan tentunya juga ummat Islam di Indonesia, berharap para capres-cawapres kelak mau memberikan ruang kepada ummat Islam untuk melaksanakan agama mereka secara maksimal. Termasuk, pemberlakuan hukum-hukum Allah atas mereka. Itu juga sudah dijamin dalam UUD 45, khususnya dalam Piagam Jakarta

Tapi, bukankah akan muncul resistensi dari umat Islam ?
Itulah tugas pemerintah. Fungsi pemerintah kan menjelaskan yang tidak jelas, pertegas yang tidak tegas. Kalau pemerintah secara serius memberikan penjelasan, umat akan tahu.

Kami pernah mencoba melakukan penjelasan dengan tokoh – tokoh agama lain, mereka paham, bahwa ini tidak menyentuh agama mereka.

Kalaupun kemudian ada ungkapan penegakan syariat Islam ini akan mengancam kesatuan NKRI, itu sesuatu yang dibesar-besarkan saja.

Wahdah memiliki puluhan dai lulusan Timur Tengah. Apa yang Anda persiapkan dengan keberadaan mereka ini ?
Mereka modal utama mewujudkan cita-cita yang lebih baik. Gerakan perbaikan umat harus berangkat dari ilmu, sebagaimana dakwah yang dulu dilakukan Nabi. Kita butuh begitu banyak orang yang berilmu. Karena itu, kader-kader Wahdah diharuskan menjadi orang-orang berilmu. Dan dari mereka ini, lewat sebuah mekanisme tertentu, harus melahirkan lebih banyak lagi orang-orang berilmu.

Nah jika gerakan ini terus berlangsung, Insya Allah dalam 10 tahun ke depan, umat ini akan berangkat kualitasnya. Jumlah dai yang memiliki ilmu syar’i akan memadai.

Apakah ada modul yang sistematis yang Anda siapkan bagi pendidikan pada dai ini ?
Itu sudah jelas, kami ini lembaga dakwah yang terorganisir. Konsep pendidikan harus baku dan bisa ditransformasikan dengan mudah di berbagai tempat. Kami telah membuat semacam kurikulum pembinaan. Kurikulum itu bisa kita bakukan secara terbuka dalam Ma’had.

Bagaimana tahapan perjuangan menegakkan syariat Islam yang ditempuh Wahdah ?
Pertama, penyebaran Ilmu Islam. Sebab, sumber penyakit kaum Muslimin hari ini adalah lemahnya ilmu. Ini disebabkan pula oleh pihak-pihak tertentu yang berupaya mendistorsi pemahaman Islam.

Kedua, pembinaan. Ilmu-ilmu yang hanya didapat dari kaset, buku atau diajarkan di kelas, jika tanpa pembinaan, hanya menjadi pengetahuan. Tidak terhunjam dalam hati dan tidak berwujud pada pengalaman.

Karena itu, di sekolah-sekolah Islam, kalau tidak dibarengi dengan pembinaan secara insentif, belajar agama tidak ada bedanya seperti belajar matematika.

Seperti apa praktik pembinaan yang Anda maksudkan ?
Seorang dai, selain mentransfer ilmu kepada masyarakat, juga harus bisa berbuat seolah-olah seorang bapak kepada anaknya. Dia bisa berkomunikasi kepada masyarakat bukan saja ketika berceramah, tetapi dia harus mau berziarah ke rumah mereka, mengetahui problem-problem mereka, mencari solusi atas masalah yang mereka hadapi, menegur jika ada hal-hal yang tidak benar, atau memuji jika ada hal-hal yang baik.

Setelah semua itu terbangun, apa cita-cita final yang hendak Anda raih ?
Semua orang yang mempelajari Islam dengan benar akan mengetahui apa tujuan dakwah. Intinya, penegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi ini. Melalui pembinaan akan muncul semangat mengamalkan, mendakwahkan, kemudian akan terbentuk komunitas-komunitas yang cinta kepada ajaran Islam.

Jika komunitas itu semakin besar tentu mereka akan bersama-sama mewujudkan tegaknya Islam yang ideal.

Bagi sebagian umat Islam, istilah penegakkan syariat Islam itu menakutkan. Bagaimana pendapat Anda ?
Ini stigma musuh-musuh Islam. Seolah-olah orang yang mau menegakkan syariat Islam akan mengancam kebebasan orang lain atau memaksakan kehendak kepada orang lain. Padahal tidak. Mereka yang menganut paham demokrasi seharusnya menerima selama mereka memperjuangkan hal itu secara baik-baik.

Apakah menurut Anda syariat Islam bisa tegak dalam bingkai NKRI ?
Bisa ! Dalam konsep Islam, bentuk Negara tiak ada yang mutlak. Meskipun dalam sejarah Islam ada yang dominan, seperti khalifah, tetapi jangan dilupakan bahwa syariat Islam dalam bentuk kerajaan pun boleh.

Karenanya, kita tidak perlu apriori dengan bentuk negara. Ketika ada harapan dan cita-cita untuk tegaknya syariat Islam, selama diperjuangkan dengan cara-cara baik-baik, tidak perlu dikhawatirkan.

Tapi ada isilah NKRI sudah final. Bagaimana menurut Anda ?
NKRI sudah final itu istilah yang harus dihilangkan. NKRI itu bisa menjadi wadah kaum Muslimin untuk menerapkan cita-cita ideal menerapkan syariat Islam. Bagi kami, dalam keadaan seperti ini, pilihan menegakkan syariat Islam dalam bingkai NKRI adalah yang paling tepat. Kalau kita memikirkan bentuk yang lain, bisa-bisa kehabisan tenaga.

sumber: Majalah Hidayatullah

No comments:

Post a Comment